Kamis, 15 Juli 2010

Rahasia di balik syahadat

Seiring dengan perjalanan sejarah, masih terlintas dibenak kita sebuah peristiwa memilukan hati dan sangat mengguncangkan jiwa. Peristiwa yang syarat dengan kesedihan dan kegundahan mendalam. Peristiwa yang menuntut ketegaran sang pengemban risalah, bahkan eksistensinya dipertaruhkan. Inilah peristiwa yang menimpa Rosululullah Saw, Tepatnya pada bulan Rajab tahun kesepuluh dari kenabian, ketika beliau mendatangi Pamannya Abu Tholib, dipenghujung hayatnya. Sementara itu Abu Jahal sudah berada disisinya. Kemudian beliau berkata,
يَا عَمْ قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا الَله كَلِمَةٌ أَشْهَدٌ لَكَ بِهَا عِنْد الله
“Paman, katakan la ilaha illallah, suatu kalimat yang dapat saya jadikan sebagai hujah disisi Allah. Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayah berkata, “Wahai Abu Thalib, apakah kamu membenci agama Abdul Mutholib? “keduanya terus berbicara kepada Abu Thalib, sehingga pada akhirnya Abu Thalib mengucapkan bahwa dia berada diatas agama Abdul Muthalib.Kemudian Nabi Saw berkata, “Aku akan memohonkan ampunan untuk anda selama tidak dilarang." (Mutafaqun 'alaihi). Lalu, turunlah ayat yang menegur beliau,
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasannya orang-orang musyrik itu adalah penghuni naar Jahannam. (QS. 9:113)
Termaktub didalam kisah diatas, harapan dan usaha maksimal dari Rosulullah yang meyakinkan pamannya, supaya mengucapkan kalimat syahadat tauhid la ilaha illallah. Meskipun akhirnya pamannya meninggal dalam kekafiran dan berujung dengan kesedihan.
Ada dua faktor yang melatar-belakangi kesedihan beliau. Pertama: Pamannya adalah satu-satunya orang yang mampu melindungi, membela serta ikut berpatisipasi memajukan dakwahnya ketika itu. Kedua: Ketika dipenghujung hayatnya, pamannya enggan mengucapkan kalimat la ialha illallah. Dan faktor kedua inilah yang sangat disayangkan oleh beliau dan yang membuat beliau sedih dengan kesedihan yang tiada tara.
Sekarang timbul pertanyaan yang mengganjal dibenak kita. Mengapa Rosulullah sangat sedih, lantaran pamannya meninggal tanpa mengikrarkan syahadat la ilaha illallah? Apa sebenarnya muatan hikmah yang tersirat didalamnya? Hal inilah yang melatar belakangi pembahasan ini.
Kisah diatas merupakan contoh yang riil, yang dicontohkan baginda Nabi saw akan pentingnya syahadat. Beliau telah berusaha dengan sekuat tenaga mendakwahkan kalimat syahadat ini, serta konsisten diatas jalannya. Bahkan tidak ada seorang pun, yang dapat menggoyahkan prinsip dan pendirian beliau. Akhirnya setelah diamati dan ditelaah dari literatur yang ada, ternyata ada beberapa hikmah ataupun rahasia yang termuat didalamnya diantaranya:

Syahadat merupakan asas Aqidah islamiyah
Syahadat merupakan asas dari aqidah islam, hal ini dilihat dari esensi syahadatain, disaat seseorang mengikrarkannya dua kalimat syahadat berarti ia berjanji, bersumpah dan siap untuk hanya beribadah kepada Allah saja, tunduk, taat dan patuh kepadanya, serta ada kesanggupan dari hati untuk menjauhi dan meninggalkan segala bentuk kekafiran dan kemusyrikin. Kemudian ia berjanji, bersumpah dan siap hanya meneladani Muhamad Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam beribadah kepada Allah, serta ada kesanggupan hati pula untuk menjauhi dan meninggalkan segala bentuk kebid’ahan.
Ahlus Sunnah wal Jamaah telah sepakat bahwa mengucapkan syahadatain merupakan syarat syahnya iman seseorang. Rosulullah bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَه وَيُؤْمِنُوا بِي وَبِمَا جِئْتُ بِهِ، فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقَِهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى الله
“Aku disuruh supaya memerangi manusia sehingga mereka bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, beriman kepadaku dan kepada apa yang aku bawa. Jika mereka telah melakukan semua itu, maka darah dan harta mereka telah terjaga dariku kecuali dengan haknya, dan hisab mereka terserah kepada Allah.” (Diriwayatkan oleh Muslim).
Imam Nawawi berkata, “Hadist diatas menjelaskan tentang syarat syah diterimanya iman yaitu dengan mengikrarkan syahdataian dan meyakininya dengan sepenuh hati. Dan dituntut untuk mengimani segala sesuatu yang dibawa oleh Rosulullah saw..
Kemudian, syahadat merupakan syarat keislaman seseorang, hal ini sebagaimana telah diungkapkan Syaikhul ibnu Taimiyah, beliau berkata, “Kaum muslilmin telah sepakat bahwa barang siapa yang belum mengucapkan syahadat, maka dia kafir. Padahal ia mampu mengucapkannya, tapi tidak mengikrarkannya. Dan pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Rajab Al-hambali beliau berkata, barang siapa yang meninggalkan syahadatain, maka dia telah keluar dari dienul islam.
Dari pemaparan para ulama diatas menjadi jelaslah bahwa syahadat merupakan inti bahkan asas dari aqidah islamiyah. Dengannya manusia terpilah menjadi muslim atau kafir. Ringkasnya, Jika seseorang tidak mengikrarkannya, tidak meyakininya dan tidak melaksanakan tuntutan yang ada didalamnya, maka tidak dikatagorikan sebagai seorang muslim bahkan dilarang untuk memberikan loyalitas kepadanya sampai hari kiamat.

Syahadat menjaga darah, harta dan jiwa seseorang
Agama islam merupakan agama universal, ajarannya meliputi segala aspek kehidupan, bahkan semua lini telah dimasukinya. Dan yang terpenting dari semua itu adalah hukum-hukum yang berlaku dan aturan-aturan yang ditetapkan telah terkonsep dengan baik, hal itu bertujuan untuk mengatur pemeluk-pemeluknya supaya berjalan diatas syareat yang telah dirumuskan Allah Ta'ala. Contohnya, ketika seseorang mengucapkan syahadat la ilaha illallah, maka darah, harta, dan jiwa seseorang telah terlindungi. Beliau bersabda,
“Aku disuruh supaya memerangi manusia sehingga mereka bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, menegakkan sholat dan menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukan semua itu, maka darah dan harta mereka telah terjaga dariku kecuali dengan haknya, dan hisab mereka terserah kepada Allah.” (Diriwayatkan oleh Muslim). Dan Rosulullah telah bersabda,
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُوْنِ الله حُرِّمَ مَالُهُ وَدَمُهُ
“Barang siapa yang mengucapkan la ilaha illallah, dan mengkufuri sesembahan selain Allah, maka diharamkan harta dan darahnya.”
Inilah keagungan syahadat dengan mengikrarkannya jiwa, darah dan harta seseorang menjadi haram untuk ditumpahkan. Apakah cukup hanya dengan mengikrarkannya saja….? Syaikh Abdurrahman Hasan Alu Syaikh mensyaratkan terpeliharanya harta dan darah dalam hadist diatas dengan dua hal:
Pertama: Mengucapkan la ilaha illallah dengan pengetahuan dan keyakinan. Kedua mengingkari (kufur) terhadap sesuatu yang disembah selain Allah. Maka tidak cukup hanya dengan pengucapan lafadz tanpa makna, akan tetapi harus ada pengucapan dan pengamalan.
Karena sesungguhnya Rosululullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menjadikan pengucapan saja, sebagai pelindung darah dan harta, bahkan bukan pula pengetahuan tentang artinya serta mengucapkannya, bukan pula pengakuan terhadap kebenarannya, dan juga bukan karena seseorang tidak menyeru kecuali hanya kepada hanya kepada Allah saja, yang tiada sekutu baginya. Bahkan darah dan harta tidak haram, kecuali dengan menambahkan kepada semua itu kekafiran terhadap apa yang disembah selain Allah. Jika ia ragu dan bimbang, maka harta dan darahnya tidak haram.
Al-Qhadi Iyadh berkata, “Pengkhususan terjaganya harta dan darah bagi yang mengucapkan la ilaha illallah adalah merupakan ungkapan bukti adanya sambutan iman. Yang dimaksud disini adalah orang-orang musyrik arab dan para penyembah berhala. Adapun selain mereka yaitu orang-orang yang mengakui tauhid maka tidak cukup dalam penjagaannya dengan mengucapkan la ilaha illallah, karena ia mengucapkan masih dalam kekafiran.
Syaikhul islam ketika ditanya tentang penyerangan terhadap bangsa tartar, beliau berkata, setiap kelompok yang menolak untuk melaksanakan syareat islam yang bersifat amaliyah zhahir, yaitu bangsa tartar dan yang lainnya, maka wajib diperangi sehingga mereka melaksanakan syareat Allah, meskipun mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjalankan sebagian syareatnya.

Syahadat memasukan seseorang kedalam surga dan menjauhkannya dari neraka
Tiada tempat kembali yang lebih baik dan lebih mulia disisi Allah, melainkan syurganya dan meraih keridhaannya. Inilah yang dicita-citakan oleh semua orang, ini terbukti ketika dilontarkan pertanyaan kepada mereka, semua sepakat dan berharap dapat masuk kedalam syurga. Dengan apakah seseorang bisa menggapainya…?. Rosulullah telah memberi jawaban dari pertanyaan ini beliau bersabda,
فَإِنَّ الله حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إَلَّا الله، يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ الله
“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan la ilah illallah (tiada sesembahan yang berhak selain Allah) dengan ikhlas dari hatinya dan mengharapkan (pahala melihat) wajah Allah.” Dan Rosulullah bersabda,
“Barang siapa yang mengucapkan syahadat la ilaha illallah, niscaya akan masuk syurga, betapa pun amal yang telah diperbuatnya.”
Syaikh Abdurrahman hasan Alu Syaikh menjelaskan barang siapa bersyahadat (bersaksi) bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Maksudnya, mengucapkannya dan mengetahui artinya serta mengamalkan tuntutannya, baik secara lahir maupun batin, niscaya Allah akan memasukannya kedalam syurga. Maka dalam dua syahadat itu harus ada pemahaman, keyakinan dan pengamalan yang ditunjukkan sebagaimana firman Allah, Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Ilah (Yang Haq) melainkan Allah. (QS. 47:19).
Adapun mengucapkannya tanpa memahami artinya dan tidak ada keyakinan serta pengamalan isi kandungannya, yaitu berlepas diri dari syirik dan ikhlas dalam ucapan dan perbuatan, maka menurut kesepakatan para ulama, hal itu tidak ada gunanya.
Syakhul islam dan lainnya berkata, hadist ini dan sejenisnya menerangkan bahwa, Allah menjanjikan syurga bagi orang yang mengucapkan la ilaha illallah, yaitu bagi orang yang mengucapkannya dan mati dalam keadaan bertauhid. Maka barang siapa bersaksi bahwa tidak ada tuhan berhak disembah kecuali Allah secara ikhlas maka ia akan masuk syurga.
Dari penjelasan diatas terbukti bahwa syahadat tauhid merupakan kunci yang akan mengantarkan seseorang masuk kedalam syurga. Tentunya dengan melaksanakan konsekuensi-konsekuensinya dan konsisten diatasnya sampai akhir hayat.

Berhak mendapatkan syafaat Nabi Muhamad saw
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, beliau berkata, “Wahai Rosulullah siapakah orang yang berhak mendapakan syafaatmu kelak pada hari kiamat?” Rosulullah bersabda,

لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لاَ يَسَأَلَنِي عَنْ هَذَا الحَدِيْثِ أَوَّلُ مِنْكَ لَمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الحَدِيْثَ، أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أو نَفْسِهِ
“ Sungguh saya sudah mengira wahai Abu Hurairoh, bahwa tidak ada seseorang pun yang mendahuluimu bertanya mengenai hadist ini, karena saya melihat kamu sangat rakus terhadap hadits. Orang yang paling bahagia mendapatkan syafaatku, pada hari kiamat ialah orang yang mengatakan la ilaha illallah ikhlas dari hatinya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari bab, ilmu no. 99).
Ibnu Hajar Al-Asqolani, menjelaskan hadist ini bahwa, barang siapa yang mangikrarkan la ilaha illallah, dengan menjauhi segala bentuk kesyirikan dan kenifakkan, Niscaya kelak akan mendapatkan syafaat. Dan dalam hadist ini pula merupakan dalil yang mensyaratkan pelafadzan kalimat syahadat, karena Rosulullah mengungkapkannya dengan “ Barang siapa yang berkata”. Maksud dari hadist ini adalah orang yang paling berbahagia kelak pada hari kiamat yang mendapatkan syafaatnya adalah orang mukmin lagi mukhlis.

Kalimat yang paling agung
Dari Jabir Radhiyallahu 'anhu, bahwa beliau berkata, “Saya mendengar Rosulullah Saw bersabda,”
أَفْضَلُ الذِّكْرِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
“Dzikir yang paling utama (diucapkan oleh seseorang) adalah la ilaha illallah.” (Diriwayatkan oleh Thirmidzi, hadist hasan shahih).
Imam Nawawi didalam kitabnya “Nuzhatul Mutaqin” menjelaskan hadist diatas bahwa, kalimat tauhid merupakan kalimat yang paling utama untuk diucapkan, karena didalamnya mengandung penetapan pada keesaan Allah, serta penafian (peniadaan) dari segala bentuk kesyirikan. Kalimat tersebut juga merupakan kalimat yang paling utama diucapkan oleh para nabi, karenanya mereka diutus, dibawah panjinya mereka berperang, dengan menegakkannya mereka mendapatkan kesyahidan, dan kalimat tersebut adalah kunci pembuka syurga serta penyelamat dari neraka.

Refrensi:
Fathul Majid
Nawaqidul iman Al-I’tiqodiyah
Syarh Aqidah at-thohawiyah
Madkhol
Ar-Rhahiqu Makhtum
Nuzhatul Mutaqin
Tafsir Al-Jami’ liahkamil qur’an
Fathul Baari



0 komentar:

Posting Komentar