Kamis, 15 Juli 2010

MEMOLES KEMALASAN DENGAN TAWAKKAL


" jikalau kalian bertawakal kepada Allah SWT, dengan sebenarnya niscaya Allah SWT akan memberikan rizki kepada kalian seperti seekor burung. Pagi pagi ia keluar keluar dalam keadaan lapar dan pulang pada sore hari dalam keadaan kenyang "
Dalam kehidupan manusia didunia tentunya takkan pernah absen dari permasalah dan takkan luput dari urusan-urusan yang menyulitkan. Karena pada dasarnya kehidupan yang kita jalani adalah lika-liku untuk memecahkan permasalahan, baik yang menyangkut duniawi atau ukhrowi. Syariat Islam yang agung mewajiban kepada setiap kaum muslimin untuk melakukan usaha halal yang bermanfaat untuk mengatasi semua problem dalam kehidupan mereka, dengan tetap menekankan kewajiban utama untuk selalu bertawakal (bersandar/berserah diri) dan meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala dalam semua usaha yang mereka lakukan. Alloh ta'ala berfirman
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً
Artinya," " Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. ( Ath Tholaq : 3)

Perintah untuk mencari Rizqi
Seseorang dikatakan memiliki semangat yang tinggi dalam mencari rizki adalah ketika ia mau bekerja keras, dan tidak mau bergantung kepada orang lain, tidak meminta minta, serta tidak mau menerima sedekah kecuali dalam kondisi betul-betul terpaksa.
Islam telah memerintahkan kepada umatnya agar bertebaran di muka bumi dalam rangka untuk mencari rizki, mencela meminta-minta, dan melarangnya kecuali dalam kondisi terpaksa. hal ini dimaksudkan untuk memuliakan seorang muslim dari kehinaan dan memompa semangat serta menjaga kemuliaan dirinya.
Banyak sekali nash-nash yang berbicara masalah ini, baik dari al-qur'an maupun al-hadits yang berkaitan tentang anjuran untuk bekerja keras.
Allah Ta’ala berfirman,
{فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ}
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi (untuk mencari rezki dan usaha yang halal) dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS al-Jumu’ah:10).
Alllah Ta'ala berfirman :
وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا
"Dan kami jadikan siang untuk mencari penghidupan" ( QS. An-Naba' : 11 )
وَلَقَدْ مَكَّنَّاكُمْ فِي الْأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
"Dan kami adakan bagi kalian dimuka bumi itu sumber penghidupan, amat sedikitlah kalian bersyukur" ( QS. Al-A'rof : 10 )
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ
"tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari karuni (rezki hasil perniagaan) dari Robb kalian" ( QS. Al-Baqaroh : 198 )
Dan Rasullullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

ماأكل أحد طــــعاما قـط خيرا من أن يأكل من عمل يده وإنّ نبــيّالله داود كان يأكل من عـمل يـده
"Tidaklah sekali-kali seseorang makan makanan yang lebih baik dari pada makan dari kerja tangannya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Allah I Daud juga makan dari kerja tangannya sendiri" ( HR. Bukhari ).

Ancaman kepada orang yang malas bekerja
Orang muslim mengetahui bahwa musuh besarnya adalah hawa nafsu yang ada dalam hatinya, bahwa watak hawa nafsu adalah condong kepada keburukan, lari dari kebaikan. Selain itu watak hawa nafsu adalah senang bermalas-malasan, santai, dan menganggur, serta larut dalam syahwat, kendati didalamnya terdapat kecelakaan dan kebinasaan. Padahal Rosululloh saw memerintahkan kepada kita agar supaya bersungguh-sungguh dalam beribadah dan bekerja untuk dunia.
Kita ingat tentang sabda Nabi Muhammad SAW yang menceritakan tentang setiap orang adalah bertanggung jawab atas yang di pimpinnya dan setiap kepala keluarga bertanggung jawab terhadap keluarganya. Maka, apabila seseorang tidak memikirkan keluarga dan menjadikannya terlantar. Maka, ia telah malakukan sebuah kemaksiatan dan perbuatan dosa. Rosululloh SAW bersabda,:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ
"Dari Abdullah bin Amru radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah saw bersabda, "cukuplah seseorang dianggap berbuat dosa apabila ia menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungannya." (HR. Abu Dawud kitabuz zakat. 1692, Ahmad. 2/160)
Oleh karena itu, bekerja untuk menghidupi keluarga merupakan tuntutan dalam islam bagi setiap kepala keluarga tentunya dengan cara-cara yang dibenarkan oleh agama.

Makna Tawakkal yang Hakiki
Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah berkata, “Tawakkal yang hakiki adalah penyandaran hati yang sebenarnya kepada Allah Ta’ala dalam meraih berbagai kemaslahatan (kebaikan) dan menghindari semua bahaya, dalam semua urusan dunia maupun akhirat, menyerahkan semua urusan kepadanya dan meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa tidak ada yang dapat memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya serta memberikan manfaat kecuali Allah (semata), tentunya sesudah berusaha dengan maksimal. Alloh Ta'ala berfirman
{فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ}
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal (kepada-Nya)” (QS Ali ‘Imraan:159).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ”
“Orang mukmin yang kuat (dalam iman dan tekadnya) lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah, dan masing-masing (dari keduanya) memiliki kebaikan, bersemangatlah (melakukan) hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mintalah (selalu) pertolongan kepada Allah, serta janganlah (bersikap) lemah…”(HR Muslim )
Berdasarkan ini semua, maka merealisasikan tawakal yang hakiki sama sekali tidak bertentangan dengan usaha mencari rezki yang halal yang didasari dengan kesungguhan, bahkan ketidakmauan melakukan usaha yang halal dan sungguh-sungguh merupakan pelanggaran terhadap syariat Allah Ta’ala, yang ini justru menyebabkan rusaknya tawakal seseorang kepada Allah.
Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan kesempurnaan tawakal yang tidak mungkin lepas dari usaha melakukan sebab yang halal, dalam sabda beliau,
لو أنكم كنتم توكلون على اللَّه حق توكله ، لرزقتم كما يرزق الطير ، تغدو خماصا وتروح بطانا
“Seandainya kalian bertawakal pada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, maka sungguh Dia akan melimpahkan rezki kepada kalian, sebagaimana Dia melimpahkan rezki kepada burung yang pergi (mencari makan) di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang” (HR Ahmad (1/30), at-Tirmidzi (no. 2344), Ibnu Majah (no. 4164), Ibnu Hibban (no. 730) dan al-Hakim (no. 7894), dinyatakan shahih oleh, at-Tirmidzi rahimahullah, Ibnu Hibban rahimahullah, al-Hakim rahimahullah dan al-Albani rahimahullah )
Imam al-Munawi rahimahullah ketika menjelaskan makna hadits ini, beliau berkata: “Artinya: burung itu pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali waktu petang dalam keadaan perutnya telah penuh (kenyang). Namun, melakukan usaha (sebab) bukanlah ini yang mendatangkan rezki (dengan sendirinya), karena yang melimpahkan rezki adalah Allah Ta’ala (semata). Akan tetapi setelah burung tadi bekerja keras untuk mencari makanan.
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa tawakal (yang sebenarnya) bukanlah berarti bermalas-malasan dan enggan melakukan usaha (untuk mendapatkan rezki), bahkan (tawakal yang benar) harus dengan melakukan (berbagai) macam sebab (yang dihalalkan untuk mendapatkan rezki).

REFRENSI
Al-qur'an dan terjemah
Tazkiyatun an-nafs, Ibnu Rajab al-hambali, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, Imam al-ghozali
Jamii'ul 'ulum wal Hikam, syarhu khosiina hadisan min jawami'ul kalim, Ibnu Rajab Al-hambali.
Mukhtasar minhajul qosidin, ibnu Qodamah
Al-qulul Mufid 'ala Kitabut tauhid, Muhammad bin Sholih Al-Usaimin.
Minhajul Muslim, Abu Bakr jabir Al-Jazairi.
www.ibnuabbaskendari.wordpress.com

Oleh : Nur Kholis Faturrohim.

0 komentar:

Posting Komentar