Selasa, 13 Juli 2010

ADAKAH SHOLAT JENAZAH BAYI KEGUGURAN DAN ORANG BUNUH DIRI

1.Bayi keguguran.
Bayi keguguran dalam bahasa arab adalah " As-saqtu" berarti seorang calon manusia atau bayi yang meninggal diperut seorang ibu, atau seorang cabang bayi yang yang keluar dari perut ibu dan belum mencapai kesempurnaan bentuk.
Tidak ada perselisihan diantara para ulama tentang bayi yang bisa menangis{berteriak} atau bersin kemudian meninggal dunia, maka bayi tersebut harus disholati.
Sedangkan mengenai bayi keguguran disini para ulama berselisih apakah dia disholati atau tidak disholati.
Pertama: Bayi yang gugur itu harus disholati dengan syarat umurnya sudah mencapai empat bulan atau lebih dari itu. Kalau umurnya belum mencapai empat bulan maka tidak harus disholati. Alasannya adalah karena pada umur empat bulan itu sudah bernyawa, sedangkan cabang bayi yang belum berusia empat puluh hari itu belum ditiupkan nyawa.
Mereka mendasarkan pendapatnya pada hadits yang diriwayatkan oleh ibnu Umar dan Abu Huroiroh, dimama ibnu sirin dan ibnu Musayyib berpendapat yang sama. Hal ini juga menjadi pendapatAhmad dan Ishaq. Mereka berdalih Hadits Al-Mughiroh bin Syu'bah
االسقط يصلى عليه ويدعى لوالديه باامغفرة والرحمة {رواه الترمذي, والنسائ, وابن ماجه وأحمد}
Artinya," Bayi yang gugur itu disholati dan orang tuanya didoakan agar mendapat ampunan dan rohmah.{ HR Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad }
Dan Khotobi menukil dari Ahmad bin Hambal dan Ishaq bin Rahawaih, dia berdua berkata," Apa-apa yang ditiupkan didalamnya Ruh {bayi}dan mencapai sempurna empat bulan sepuluh hari maka dia disholatkan.
Berkata Ahmad bin Ubadah,{ ketika ditanya tentang kedudukan bayi keguguran}, kapan ada kewajiban mensholati bayi yang keguguran? Ahmad menjawag," ketika janin bayi itu sudah berumur empat bulan, karena ketika itu malaikat sudah meniupkan ruh didalamnya.
Abu Hanifah berkata," Dia disholati jika sudah ditiupkan ruh didalamnya, yaitu ketika bayi itu sudah berumur empat bulan atau lebih, ini didukungoleh Ibnu Abi Laila.

Kedua. Bayi yang gugur tidak disholati.
Ini pendapat Hasan, Ibrahim, Hakam, Hammad, Malik, Auza'I, dan ahlu Ro'yi mereka berkata," Bayi itu tidak disholati sampai dia itu berteriak{ menangis }mereka bersandar sabda Nabi Muhammad r
االطفل لا يصلى عليه , ولا يرث , ولا يورث , حتى يستهل { رواه الترمذي }
Artinya," Tidaklah seorang anak itu disholati, mendapatkan wariskan, dan mewarisi sampai dia itu berteriak { menangis } { HR Tirmidzi }
Dan seperti hadits yang diriwayatkan dari Jabir Bin Abdulloh dan Ibnu Abbas, dimana Zuhri, Ats-Sauri, Auza'I, malik, dan Syafi'idan Ahlu Ro'yi berpendapat yang sama. Mereka berlandaskan Hadits dari Jabir bin Abdullloh dan Masuri bin Makromah, bahwa Rosululloh r bersabda,"
لا يرث الصبي حتى يستهل صارحا
Artinya," tidaklah bayi itu mendapatkan harta warisan sampai bisa berteriak {menangis} { HR Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Hiban, Hakim, dan Baihaqi }
Malik berkata," tidaklah bayi itiu disholati sampai bisa menangis {bertetiak} dan ini semakna dengan perkataan Imam Syafi'i.
Mereka juga melandaskan hadits Aisyah ketika ditanya tentang anaknya yang bernama Ibrohim apakah disholati atau tidak ketika meninggal dunia. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah t dia berkata," ketika Ibrahim bin Muhammad meninggal dunia ketika itu dia berumur delapan belas bulan dan beliau tidak mensholatinya.
` Ahnaf berpendapat,"Jika bayi tadi berumur empat bulan dan bisa menangis {berteriak} maka dimandikan kemudian disholatkan akan tetapi jika bayi tadi belum bisa menangis atau berteriak maka tidak ada sholat baginya, Malik, Auza'I, dan Hasan. Mereka memnyandarkan hadits yang diriwayartkan Tirmidzi, dan Nasai, Ibnu Majah, Baihaqi, dari Jabir t Rosululloh r bersabda
إذا استهل السقط صلي عليه وورث
Artinya," jika bayi tadi bisa berteriak maka disholatkan dan mendapatkan warisan.
Dalam hadits – hadits dan keterangan-keterangan diatas bahwa bisa atau tidaknya bayi tadi berteriak atau menangis dijadikan sebagai barometer, kalau bayi tadi bisa berteriak maka dia disholati dan kebalikannya apabila bayi tadi tidak bisa berteriak maka dia tidak disholati.
Pendapat yang paling benar adalah pendapat yang pertama. Dan dikuatkan lagi dengan perkataan Imam Nawawi, beliau berkata," dan yang benar adalah ketika bayi tadi sudah ditiupkan ruh didalamnya dan itu berumur empat bulan, maka dia disholatkan . dan jika calon bayi tadi gugur sebelum ditiupkan ruh didalamnya atau berumur empat bulan maka tidak ada sholat baginya, karena itu bukan mayit. Seperti hadits Ibnu Mas'ud t Rosululloh bersabda, yang artinya," ’Sesungguhnya setiap orang diantara kamu dikumpulkan kejadiannya di dalam rahim ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah(air mani), kemudian menjadi ‘alaqoh(segumpal darah) selama waktu itu juga (empat puluh hari), kemudian menjadi mudhghoh(segumpal daging) selama waktu itu juga, lalu diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu malaikat itu meniupkan ruh padanya dan ia diperintahkan menulis empat kalimat: Menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya.
Adapun hadits Aisyah t tentang putranya yaitu Ibrohim adalah hadits yang tidak shohih bahkan ada yang mendhoifkan.

2. Orang bunuh diri.
Sering kali kita dihadapkan salah satu kejadian yang sepele akan tetapi itu perkara yang amat penting yaitu tentang orang bunuh diri, apakah dia disholati apakah tidak. Disini para ulama berbeda pendapat mengenai permasalahan ini.

Pertama.: tidak ada sholat jenazah bagi orang yang bunuh diri
Ini pendapat madzhab Umar bin Abdul Aziz dan Auza'I, hujah mereka adalah hadits Jabir bin Samroh,dia berkata
اأتى النبي صلى عليه وسلم برجل قتل نفسه بمشاقص فلم يصل عليه
Artinya," Rosululloh r didatangkan seorang laki-laki yang mati bunuh diri minum racun dan Rosululloh r tidak mensholatinya.{HR Muslim}
Dan hadits yang sama periwayatannya
اأنّ رسول الله صلى عليه وسلم أبى أن يصلي على رجل قتل نفسه { رواه مسلم }
Artinya," sesungguhnya Rosululloh r enggan untuk mensholati orang –orang yang bunuh diri {HR Muslim}

Kedua: Orang yang bunuh diri itu disholati.
Ini adalah pendapat Hasan, An-Nakho'I, Qotadah, Malik, Abu Hanifah, As-Syafi'I, dan jumhur ulama. Mereka mengomentari hadits dari Jabir bin Samroh yang telah disebutkan diatas," Bahwasannya Rosululloh r tidak mensholati orang yang bunuh diri sebagai teguran atau celaan kepada para sahabat atas tindakan bunuh diri tadi, akan tetapi para sahabat mensholatinya.. sebagaimana Rosululloh r enggan mensholati orang yang mempunyai hutang sebagai teguran bagi orang yang mempermudah dalam urusan hutang dan peremehan untuk melunasinya. Dan Rosululloh r memerintahkan para sahabat untuk mensholatinya.
صلوا على صاحبكم
Artinya," Sholatlah kalian atas kematian saahabatmu.
Qodhi berkata," semua madzhab ulama mengatakatan bahwa ada sholat jenazah atas orang yang mati terkena hudud, rajam, dan mati bunuh diri serta anak dari hasil perzinaan. Dan adapun riwayat bahwa Rosululloh r tidak mensholati orang yang curang dalam pembagian ghonimah dan mati bunuh diri itu sebagai celaan baginya dan sebagai teguran para sahabat agar tidak melakukan perbuatan yang sama. Sehingga Rosululloh r menyuruh para sahabat untuk mensholatinya.
Ibnu Hazm berkata," dan disholati atas setiap orang islam, baik dia berbuat kebaikan atau berbuat dosa, atau terbunuh dalam had, dalam peperangan, dalam penindasan, dalam keadaan itu semua imam dan selainnya harus mensholatinya, begitu juga para pelaku bid'ah selama belum mencapai kekafiran dan orang yang bunuh diri atau dibunuh oleh orang lain maka jenazahnya disholati. Walaupun iti adalah perbuatan yang jelek yang mereka kerjakan didunia, jika mereka mati dalam keadan islam keumuman perintah nabi r untuk mensholatinya," Sholatilah sahabatmu"
An-Nakho'i berkata," tidak ada suatu halangan untuk mensholati seorang ahli qiblah, walaupun ketika itu dia mati bunuh diri maka dia disholati

Kesimpulannya adalah setiap orang yang mati bunuh diri maka dia dimandikan dan disholati kemudian dikuburkan. Karena bunuh diri itu bukan perbuatan yang yang menyebabkan keluar dari islam atau bisa menjadi seseorang menjadi kafir. Akan tetapi bagi seorang imam di daerah itu atau orang yang mempunyai peran penting di daerah itu tidak ikut untuk mensholatinya dan menyuruh orang islam yang lainnya untuk mensholatinya, itu sebagai pengingkaran serta masyarakat agar tidak menganggap bahwa imam tadi ridho atas tindakannya tadi.
Atho' berkata," tidak ada larangan untuk mensholatinya ketika mati bagi siapa saja yang mengatakan kalimat tauhid { laailaha illallohi } Alloh U berfirman
من بعد ما تبيّن لهم أنّهم أصحاب الجحيم
Daftar Pustaka.
  • Al-qur'an al-karim
  • Shohih fiqh sunnah, Abu Malik Kamal Sayyid As-Salim
  • Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq
  • Zadd Al Ma'ad, Ibnul Qoyyim
  • Ad-Dinul Kholis, Mahmud Muhammad Khottoib As Subeki
  • Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, Ibnu Rusd
  • Al-Mughni, Ibnu Qudamah
  • Al Muqorrib Li Ahkami Janaiz, Abdurrohman jibrin
  • Al majmu' Syarhul Muhadzab, Imam Nawawi

1 komentar:

Unknown mengatakan...

sukron jazilan

Posting Komentar